Jumat, 05 Januari 2024

KAJIAN ARSITEKTUR PURA JAGAD DUMADI MENGANTI GRESIK

 

KAJIAN ARSITEKTURAL PURA JAGAD DUMADI

DESA LABAN - MENGANTI

 

Oleh : Slamet Budi Utomo

 

1.  PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Keberadaan Agama Hindu  di Kabupaten Gresik terjadi sejak abad ke 10,  zaman kerajaan-kerajaan di Jawa dengan berbagai aliran (Sumber : https://parisadakabgresik.wordpress.com/phdi-kab-gresik/). Suku Jawa sendiri memiliki tradisi yang juga dikenal dengan Aliran Kejawen (Sumber : https://stabn-sriwijaya.ac.id/index.php?mnu=berita&id=167&tipe=Artikel). Tradisi tersebut dapat mengalami perubahan setelah mendapat pengaruh atau terjadi akulturasi dengan budaya lain. Perubahan dalam bentuk agama salah satunya yaitu sinkretisme agama Buddha dengan ajaran orang Jawa. Salah satu aliran agama Buddha hasil sinkretisme antara ajaran Buddha dengan ajaran Kejawen adalah aliran Buddha Jawi Wisnu. Tahun 1969 aliran  Budha Jawi Wisnu resmi masuk ke dalam Parisada Hindu, setelah mereka harus memilih agama yang diresmikan oleh Pemerintah Indonesia. Saat ini wadah umat seperti Pura belum ada. Setiap kegiatan masih di jalankan dari rumah ke rumah kemudian memiliki Sanggar Pemujaan dan selanjutnya Pura pada tahun 1980.  

Umat Hindu di Kabupaten Gresik tersebar di 7 Kecamatan dengan jumlah sekitar 2148 Jiwa (tahun 2023). Di Kecamatan Menganti paling banyak jumlahnya dari kecamatan yang lainnya berasal dari Jawa dan Madura sedangkan Kebomas dan Gresik mayoritas berasal dari Bali. Pura Jagad Dumadi terletak di Desa Laban Kecamatan Menganti. Pura tersebut merupakan salah satu pura dari sekian pura yang ada di Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.  Pura yang lain diantaranya adalah Pura Kerta Bumi (Dusun Bongso Wetan Desa Pekalangan), Pura Kerta Buana (Dusun Bongso Kulon Desa Pekalangan) dan Pura Jagad Giri Nata (Dusun Biyodo Desa Beton).


B.  Perumusan Masalah

Permasalahan dibatasi pada bidang arsitektur dan urban design. Rumusan permasalahan Pura Jagad Dumadi di Desa Laban Menganti adalah :

1.   Bagaimana tipologi Arsitektural Pura Jagad Dumadi di Desa Laban Menganti ?

2.   Faktor-faktor apa saja yang secara signifikan mempengaruhi morfologi Pura di sana?


C.  Maksud, Tujuan dan Sasaran

-     Maksud

Maksud disusunnya Kajian Arsitektural Pura Jagad Dumadi di Desa Laban Kecamatan Menganti adalah untuk mengetahui tipologi dan susunan Pura Jagad Dumadi akibat kondisi lahan / tapak yang ada.

-     Tujuan

Tujuan disusunnya Kajian Arsitektural Pura Jagad Dumadi di Desa Laban Kecamatan Menganti adalah untuk mendapatkan pemahaman terhadap ekspresi tatanan tapak Pura Jagad Dumadi.

-     Sasaran

Sasaran disusunnya Kajian Arsitektural Pura Jagad Dumadi di Desa Laban Kecamatan Menganti adalah pengetahuan pengelolaan tapak / site plan Pura.

 

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Kajian Arsitektural Pura Jagad Dumadi di Desa Laban Kecamatan Menganti Gresik adalah kajian arsitektur (bentuk, ruang dan tatanan lahan).

 

2.     METODOLOGI

Metodologi penelitian yang digunakan adalah Metoda Deskriptif Kualitatif, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a.  Metanggferumuskan masalah;

b.  Memilih data;

c.   Memilih teknik pengumpulan data;

d.  Kesimpulan penelitian.


3.  KAJIAN TEORI

a.  Standar Pura

Pura bukan hanya tempat untuk pemujaan atau sembahyang, melainkan tempat suci. Pendirian Pura harus mengikuti beberapa persyaratan sehingga menjadi tempat suci. Struktur bangunan Pura mengikuti konsep Tri Mandala (tri = tiga, mandala = wilayah/daerah). Tri Mandala ini merupakan perlambangan dari Tri Bhuwana, yaitu :

 

1.  Nista Mandala (Jaba Pisan) – lambang bhur loka

2.  Madya Mandala (Jaba Tengah) – lambang bhuwah loka

3.  Utama Mandala (Jero) – lambang swah loka.


                

Nista Mandala merupakan zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari luar lingkungan. Didalam zona tersebut terdapat : taman atau lapangan / open space untuk pementasan tari atau upacara keagamaan. Sebelum masuk Nista Mandala, terdapat Candi Bentar yang berfungsi sebagai penyeleksi umum.

Madya Mandala adalah zona tengah untuk aktivitas dan fungsi pendukung seperti : Bale Kul-kul, Bale Gong, wantilan, Bale Pesandekan dan Perantenan.

Utama Mandala merupakan zona yang paling dalam dan merupakan tempat paling suci dari Pura. Untuk mencapai paling suci, harus melalui Kori Agung atau Candi Kurung dengan 3 pintu. Pintu utama terletak di tengah, sedangkan dua pintu lainnya mengapit pintu utama. Di zona ini terdapat Padmasana, Pelinggih, Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan.


     Gambar 1 : Standar / Hirarkhi Pura
              

4.  GAMBARAN UMUM

Lokasi studi (Pura Jagad Dumadi) berada di Desa Laban Kecamatan Menganti. Desa Laban terdiri dari 3 dusun, yaitu : Dusun Laban Kulon, Dusun Grogol dan Dusun Laban Wetan. Berdasarkan catatan di Website resmi Desa Laban th 2023 (https://desalaban.gresikkab.go.id/data-wilayah) jumlah KK mencapai 2.348 KK dan jumlah penduduk mencapai 7.859 jiwa.

Letak Geografis Desa Laban secara struktural merupakan bagian integral dari wilayah Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik propinsi Jawa Timur. Secara geografis terletak pada Posisi 7,8 Lintang Selatan dan 12,9 Bujur Timur. Monografi Desa Laban Luas Wilayah :Luas wilayah Desa Laban 369.772Ha. Batas-batas Wilayah Desa Laban

  • Sebelah Utara : Desa Setro Dan Kelurahan Made
  • Sebelah Timur : Kelurahan Lakar Santri
  • Sebelah Selatan : Desa Randegansari,Driyorejo
  • Sebelah Barat : Desa Setro.

Desa Laban terbagi dalam 7 Rukun Warga(RW) dan 25 Rukun Tetangga (RT), sebagai berikut :

  • Dusun Laban Kulon : 5 RW dan 16 RT
  • Dusun LabanWetan : 2 RW dan  6 RT
  • Dusun Laban Grogol  : 1 RW dan 3 RT

Gambar 2 : Lokasi Pura Jagad Dumadi
                                             

5.  PEMBAHASAN

A.  Aksesibilitas

Aksesibilitas menuju ke Pura Jagad Dumadi dicapai dari jalan utama Jl Raya Menganti – Desa Laban Kecamatan Menganti. Aksesibilitas cukup mudah karena dari Jl Raya Menganti menuju ke lokasi Pura sekitar 500-750 meter. Lokasi Pura berada di lingkungan permukiman.  Lokasi Pura dapat dicapai dari arah Surabaya menuju ke Desa Laban (arah barat) atau dari arah Pasar Menganti menuju ke arah Surabaya (arah timur).

B.  Tapak Dan Lingkungan

Pola permukiman mengikuti pola jalan dan berbentuk grid. Jalan di lingkungan permukiman berupa paving block dengan lebar antara 5-10 meter. Lingkungan permukiman tertata rapi. Identitas komunitas Hindu di Desa Laban ditunjukkan dengan adanya bangunan padmasana di halaman rumahnya untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu.

 


Gambar 3 : Padmasana di Permukiman Desa Laban


Tapak menghadap ke timur, karena posisi timur adalah posisi terbaik. Pola spasial ini mengadaptasi dari pola klasik era kerajaan Hindu-Budha pada Masa Klasik Akhir (abad 14-16 M) , salah satunya adalah konsep mandala (Sumber : https://binus.ac.id/bandung/2022/12/pola-ruang-lima-pada-surya-majapahit/). Mandala pada kebudayaan Jawa merupakan adaptasi dari pengaruh India dengan filosofi tradisi yang berbasis pembagian ruang menjadi lima penjuru: empat arah mata angin dengan satu pusat. Dalam tradisi Jawa, pembagian lima ini disebut sebagai mancapat kalimo pancer.

Dalam membaca konsep mandala, ruang memiliki pusat persilangan keempat arah mata angin yaitu timur-barat dan utara-selatan. Arah Timur-Barat adalah dualisme terestrial manusia, yaitu kelahiran (Timur) dan kematian (Barat). Sedangkan arah Utara-Selatan adalah dualisme surgawi, yaitu Utara sebagai Dunia Atas dan Selatan sebagai dunia bawah. Dua pasangan dualistik Ruang (lahir-mati) dan dualisme Waktu (Dunia Atas-Dunia Bawah; yang abadi dan kekinian) bertemu di pusat, yaitu totalitas transenden. Berdasarkan konsep tersebut, site plan / lay-out Pura Jagad Dumadi mengarah ke timur-utara,  arah matahari terbit, merupakan sumber kehidupan, arah utama, dunia atas. Sedangkan letak pintu masuk berada di arah barat-selatan untuk dunia bawah.    

 

Site / lay-out Pura Jagad Dumadi yang terletak di lingkungan permukiman di Desa Laban memiliki keunikan tersendiri. Tapak di Pura menyesuaikan dengan kondisi lahan, karena keterbatasan lahan. Dalam lay-out Pura standar, secara hirarkhi ada tatanan mulai dari Zona Nistha (paling kotor) hingga ke Zona Utama (paling suci). Keterbatasan lahan membuat formasi pura yang seharusnya berbentuk lurus dengan Utama-Madya-Nistha menjadi berbentuk Z (zigzag). Selain itu, halaman pura (bagian depan) di potong / di lewati jalan menuju ke permukiman (Zona Nistha).

 

C.  Arsitektural Pura Jagad Dumadi

Detail bangunan di Pura Jagad Dumadi adalah :

1.   Zona Nistha

Bangunan yang ada di Zona Nistha adalah :

  1. Gapura / Candi Bentar / Apit Surang (pintu pertama yang membatasi area pura dan lingkungan luar). Sedangkan Candi Bentar memiliki fungsi sebagai pembatas wilayah antara jaba sisi (nista mandala) dengan daerah luar, dan antara jaba sisi (nista mandala)dan jaba tengah (madya mandala). 
  2. Kamar Mandi/Dapur,
  3. TK Gayantri,
  4. Ruang Siaran / Radio,
  5. Jalan setapak menuju ke permukiman,
  6. Halaman Pura ( Zona Nistha ).                                      

Gambar 6 : Dinding Penyengker
( Zona Nistha)

Gambar 4 : Candi Bentar/Apit Surang
 (Zona Nistha)

   Gambar 5 :Identitas Nama  Pura  

               ( Zona Nistha)            


    
   Gambar 8 : Open Space di Halaman  Pura
 (Zona Nistha
)

 
Gambar 9 : TK, Kamar Mandi & Dapur
( Zona Nistha)
2.   Zona Madya

Bangunan yang ada di Zona Madya adalah :

  1. Bale Kul-kul (tempat kentongan digantung, sebagai salah satu symbol adat, kul-kul merupakan sebuah sarana komunikasi tradisional guna menyampaikan informasi atau peristiwa kepada masyarakat);
  2. Penunggu Karang;
  3. Bentaran;
  4. Bale / Pendopo Agung (bersama dengan mangku-mangku mengorganisir seluruh upacara).
Gambar 10 : Bentaran 
(Zona Madya)
Gambar 11 : Bale Kul-kul
(Zona Madya)
                    
                                       
Gambar 12 : Bale Agung / Pendopo
(Zona Madya)
Gambar 13 : Penunggu Karang
(Zona Madya)

3.   Zona Utama

Bangunan yang ada di Zona Utama terdiri dari :

  1. Gelungkuri (Candi Kurung), merupakan pintu masuk dan batas wilayah antara jaba tengah (madya mandala) dengan  jeroan (utama mandala)
  2. Bale Pawedan,
  3. Panglurah,
  4. Taksu,
  5. Bale Pesantian (berfungsi untuk menempatkan Gong dan juga sebagai tempat untuk menabuh),
  6. Bale Pemangku,
  7.  Padmasana.
Gambar 15 : Bale Pawedan
(Zona Utama)
Gambar 14 : Gelungkuri (Candi Kurung)
(Zona Utama)

Gambar 16 : Bale Pesantian 
(Zona Utama)

   
     Gambar 17 : Bale Pemangku
   (Zona Utama)
                         
Gambar 18 : Padmasana
(Zona Utama)

Gambar 19 : Taksu
(Zona Utama)

6.  KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pura Jagad Dumadi memadukan unsur-unsur/elemen Arsitektur Nusantara, seperti Gerbang / Candi Bentar dengan pengaruh unsur Majapahit,  Bale Kul-kul mengadaptasi menara Masjid Kudus, Bale Agung / Pendopo  yang terbuka dengan bentuk atap limasan (Jawa), beberapa ukiran pada bangunan di Pura Jagad Dumadi khas Kudus. Pura ini mengkombinasikan Arsitektur Jawa dan Bali. Ciri khas elemen Arsitektur Nusantara sangat kuat.

 

Daftar Pustaka :

 


Selasa, 05 Desember 2023

BATAS MENGANTI

 Menganti Kotaku


GERBANG MENGANTI

          

     Kecamatan Menganti merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Gresik dan berada di wilayah Gresik Selatan. Kecamatan Menganti berbatasan langsung dengan wilayah-wilayah sebagai berikut : sebelah timur wilayah Kota Surabaya, sebelah selatan Kecamatan Driyorejo, sebelah utara Kecamatan Cerme dan wilayah Kota Surabaya, serta sebelah barat Kecamatan Kedamean dan Kecamatan Cerme. Kecamatan Menganti (Gresik) merupakan wilayah perbatasan dengan Kota Surabaya. Dari Kota Surabaya menuju ke Kecamatan Menganti dapat dicapai melalui Kecamatan Benowo (sebelah Utara) dan Kecamatan Lakarsantri (sebelah Selatan). 

          Kajian kali ini akan difokuskan pada gerbang (gate) yang menjadi sarana memasuki suatu wilayah. Gerbang adalah pintu masuk ke suatu wilayah tertentu dan gerbang menjadi batas antara wilayah satu ke wilayah lain. Gerbang adalah tempat keluar atau masuk ke dalam suatu kawasan tertutup yang dikelilingi pagar atau dinding (Wikipedia). Gerbang berguna untuk mencegah atau mengendalikan arus keluar-masuknya orang. Gerbang dapat bersifat sederhana hanya berupa bukaan sederhana pada sebuah pagar, maupun dekoratif dan bahkan monumental. Gerbang menjadi etalase untuk melihat lebih jauh lagi apa yang ada di dalamnya. Imej apa yang ada di gerbang setidaknya bisa di lihat di dalamnya. 

          Gagasan awal gerbang, bermula dari ide gerbang yang dikaji secara historis. Kajian historis menunjukkan bahwa gerbang berawal dari sejarah pra-historis : Torana danToriii, gerbang jaman sejarah. Berangkat dari konsep ini, pengertian gerbang dikembangkan menjadi gerbang masa kini. Konsep awal gerbang, adalah  Torana (sanskrit) yang berasal dari kata “tor” yang berarti “jalan”. Torana adalah tipologi gerbang masuk peribadatan pada masa penyebaran ajaran Buddha (biasa disebut stupa). Keberadaan Torana pada suatu ruang menandai pergantian ruang profan dan sakral (sebagai pembuka ritual). Bentukan awal torana dengan sistem konstruksi post-lintel menggambarkan teknologi material yang sebelumnya berkembang (kosnstruksi kayu). Salah satu contoh gerbang adalah Torana di Shanchi India. 

       Teori yang dianggap memiliki korelasi dengan kajian gerbang adalah teori Kenzo Tange yang menempatkan identitas kota pada elemen lingkungan antara lain : City Gate, City Corridor dan City Hall. Antara gate-corridor-city hall menjadi satu rangkaian yang tak terputus dan utuh dan menjadi serial vision mulai dari gerbang sampai endingnya misalnya balai kota. Teori gerbang juga menyangkut batas territorial suatu wilayah. Gerbang mempunyai dimensi waktu dan perjalanan (space and time), dari satu titik bergerak ke titik lain dalam sebuah ruang dan waktu.  

          Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa suatu tempat bisa dijadikan pintu gerbang (dalam hal ini pintu gerbang kawasan) bila mempunyai kriteria-kriteria sebagai berikut (Eko Budihardjo,1997): 

  • Lokasi yang strategis : berada disimpul jalan atau sisi jalan dan lokasinya selalu dilewati para pelaku;
  • Menerima : pintu gerbang harus mempunyai kesan menerima terhadap pelaku kegiatan;
  • Kemudahan : kemudahan dalam pencapaian dan untuk dilalui sarana transportasi serta ditunjang fasilitas yang lengkap;
  • Menarik : menarik dibandingkan dengan lingkungan sekitarnya (kawasannya), suatu pintu gerbang perlu memiliki perwujudan yang menarik atau lebih “menonjol”. 
  • Perbedaan suasana : perbedaan suasana diharapkan dapat dirasakan oleh pelaku kegiatan;
  • Pusat orientasi : menjadi pusat awal orientasi kegiatan. 

       Bagaimana kondisi gerbang batas Menganti tersebut ? apakah cukup representatif sebagai sebuah gerbang batas kota ? Bagaimana kondisi gerbang masuk kota Menganti dari Lakarsantri ataupun dari Benowo ? Berikut ini akan dikaji kedua gerbang tersebut.

     Gerbang dari arah Lakarsantri ditandai dengan Tugu penanda batas Kota Surabaya di wilayah Kecamatan Lakarsantri. Tugu yang menjadi landmark di batas kota menjadi satu-satunya penanda yang ada di perbatasan Surabaya – Menganti. Sedangkan penanda yang ada di wilayah Menganti tidak jelas. Kondisi eksisting gerbang masuk wilayah Menganti ditandai dengan tiang listrik dan rambu lalu lintas. Demikian pula dengan gerbang batas masuk Menganti dari arah Benowo, sama tidak jelas. Gerbang masuk hanya ditandai dengan tanda Surabaya coret. 


Gerbang Masuk Menganti, Kurang Tertata
Gerbang Perbatasan Surabaya - Menganti
                                      

Gerbang Perbatasan Surabaya - Menganti (Benowo)

Gerbang Masuk Menganti (Kepatihan)

      Identitas Gerbang Kota Menganti diperlukan dalam bentuk landmark atau gate. Selama ini Gerbang Kota Menganti belum terlihat jelas, baik di sisi Menganti-Lakarsantri maupun Menganti-Benowo. Sebenarnya gerbang kota berfungsi untuk : jatidiri, identitas karakter, terirorial, daya tarik / cita kota. Seandainya identitas gerbang itu jelas bukan tidak mungkin Kota Menganti menjadi lebih cantik. Mari kita bangun Identitas Kota Menganti melalui Gerbang yang fungsional, estetik dan berjati-diri. Semoga.

(Slamet Budi Utomo,  20 November 2023)


Daftar Pustaka :
- Lync, Kevin, 1960, The Image of the City, The MIT Press,  
Spreiregen, Paul D,1965, The Architecture of Towns and Cities. McGraw Hill Book
- Tange Kenzo. 1971. Toward and Urban Design. Architecture record

Minggu, 26 November 2023

RTH MENGANTI

Menganti, Kotaku


PEREMPATAN MENGANTI GRESIK, 

RTH SETENGAH HATI


Adakah yang pernah melewati perempatan Pasar Menganti? Perempatan Pasar Menganti berada di Desa Menganti Kecamatan Menganti Gresik. Dari batas masuk Surabaya-Menganti, perempatan Pasar Menganti berjarak kurang-lebih 4,6 KM. Perempatan Pasar Menganti memiliki formasi segi empat, dengan arah :

·     Ke arah Utara, menuju ke Desa Kepatihan Menganti dan Kecamatan Benowo Kota Surabaya,

·     Ke arah Timur, menuju ke Desa Laban Menganti dan Kecamatan Lakarsantri Kota Surabaya,

·     Ke arah Selatan, menuju ke Desa Wonokoyo Menganti,

·     Ke arah Barat, menuju ke Desa Bringkang Menganti.


a.  Anatomi Kawasan Perempatan Pasar Menganti

Perempatan Pasar Menganti mengubah space menjadi dinamis, krusial, padat dan macet. Pada pagi dan sore hari sering terjadi kemacetan, karena tidak ada rambu lalu-lintas yang mengatur sirkulasi disana. Kondisi tersebut ditunjang oleh adanya sederetan bangunan yang rapat berjajar di sepanjang koridor dengan jarak antara 0-30 cm di sekitar perempatan jalan tersebut. Terdapat sejumlah bangunan dengan fungsi yang beragam antara lain, toko sembako, meracang, warung, toko pakaian/sandang, bengkel, toko hp/seluler, pangkas rambut, apotek, toko perhiasan dan toko supermarket/minimarket. Kondisi tersebut menjadi semakin padat suasana dan menjadikan perempatan Menganti sebagai trouble maker.


Perempatan Pasar Menganti Yang Padat Dan Krusial

Pada perempatan Pasar Menganti, di sekitar pertigaan terdapat sederetan warung di tepi jalan antara lain, warung makanan, penjual buah dan warkop. Deretan warung tersebut   memenuhi ruang tepi jalan. Sesungguhnya, zona pertigaan itu adalah sebuah ruang terbuka hijau (open space) yang tertutupi warung-warung. Warung-warung tersebut membelakangi ruang kosong, dan merupakan ruang tanpa fungsi (lost space sesuai konsepsi Trancik). Ruang tersebut menjadi kantung-kantung parkir yang terdapat di balik bangunan warung. Pada malam hari, lost space ini kosong, gelap dan tak berfungsi apa-apa.

Bangunan Menutupi RTH (Lost Space) di Perempatan Menganti

Pada bagian lain dari ruang terbuka hijau di pertigaan tersebut, berupa RTH / taman dengan aksesoris nya berupa, PJU, sculpture tulisan Menganti warna putih, dan monumen perjuangan sejarah. Kondisi monumen dan sculpture sangat kumuh karena tertutupi rumput dan tanaman yang tidak terawat. Banyak pedagang PKL bertebaran disekitar trotoar dan monumen, menutupi pandangan ke arah RTH. Dengan demikian, pada zona RTH tersebut, sebagian tertutup bangunan (warung dan ruang lost space) dan sebagian tertutup PKL. RTH setengah hati.

Bagian dari Taman, Tertutup Papan Iklan dan Pedagang PKL

Taman dan Sclupture Menjadi Lost Space

Menurut aturan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2022 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau, pada pasal 2 (5) dijelaskan bahwa fungsi sosial budaya untuk RTH adalah sebagai penyedia ruang interaksi masyarakat (ruang publik), penyedia ruang kegiatan rekreasi dan olahraga, penyedia ruang ekspresi budaya. Pada pasal 2 (6) dijelaskan pula bahwa fungsi estetika juga meliputi peningkatan keindahan lingkungan dan lanskap kota, pembentukan identitas elemen kota dan pencipta suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Berdasarkan aturan tersebut, maka sudah selayaknya RTH di perempatan Pasar Menganti mutlak tersedia sepenuh hati, tidak setengah-setengah. Full RTH.


b.  Rekomendasi


 Beberapa rekomendasi pada perempatan Pasar Menganti dan RTH adalah :

1.  memindahkan bangunan (warung-warung) yang memenuhi ruang di pertigaan jalan dan mengembalikan kembali fungsinya sebagai RTH dan ruang public;

2.  mengembangkan ruang public dan taman sebagai ruang rekreasi;

3.  mencarikan pengganti ruang yang tergusur, alternatifnya : terminal di dekat RTH berada di lantai 2 dan lantai 1 untuk warung-warung dengan konsep UMKM;

4.  alternatif lain, mengembangkan zona komersil di Jl Pangeran Mubin / Wonokoyo hingga ke arah Sumput, sehingga warung-warung yang tadinya menumpuk di satu titik (di sekitar perempatan Menganti ) dapat menyebar linear di Jl Pangeran Mubin.


Penataan RTH dan Ruang Publik di Perempatan Pasar Menganti

Penataan RTH dan Ruang Publik di Perempatan Pasar Menganti


(Slamet Budi Utomo,  6 Desember 2023)


Daftar Pustaka :

- Hakim, Rustam dan Hardi Utomo, 2002, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap, Sinar Grafika Offset, Jakarta;

- Joga, Nirwono dkk,2013, RTH 30 Persen Resolusi Kota Hijau, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta;

- Rubenstein, HM,1968, A Guide to Site and Environmental Planning, John Walley & Sons, Inc.

- Trancik, Roger,1986, Finding Lost Space, John Wiley & Sons, Inc, New York;

- Permen ATR BPN No 14 Tahun 2022 tentang Pemanfaatan RTH


KAJIAN ARSITEKTUR PURA JAGAD DUMADI MENGANTI GRESIK

  KAJIAN ARSITEKTURAL PURA JAGAD DUMADI DESA LABAN - MENGANTI   Oleh : Slamet Budi Utomo   1.   PENDAHULUAN A.   Latar Belakang ...